Praperadilan diajukan Syafruddin Temenggung karena keberatan atas penetapannya sebagai tersangka penerbitan SKL BLBI.
Nur Indah Fatmawati - detikNews
Foto:
Agung Pambudhy
Jakarta - KPK menyiapkan 'amunisi' menghadapi praperadilan yang
diajukan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. KPK akan menghadirkan ahli
hukum pidana dalam sidang lanjutan praperadilan.
"Besok (hari ini) direncanakan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan akan diajukan satu orang ahli dari KPK, dari rencana 3
orang ahli yang akan diajukan," kata Kabiro Humas KPK Febri
Diansyah, Kamis (27/7/2017).
Praperadilan diajukan Syafruddin karena keberatan atas
penetapannya sebagai tersangka. Alasannya kasus ini sudah
dihentikan penyidikannya oleh Kejaksaan Agung. Namun menurut
KPK kasus yang ditanganinya berbeda dengan Kejagung.
"Bukti dokumen SP3 juga kami sampaikan untuk menunjukkan 2 hal.
Yang pertama materi atau substansi kasus BLBI yang kita tangani
berbeda dengan apa yang ditangani Kejagung. Kedua, ne bis in
idem (tindakan yang tidak boleh dilakukan untuk kedua kalinya
dalam perkara yang sama) harus dipahami bukan pada proses
penyidikan, tetapi setelah proses penuntutan dilakukan,
seseorang tidak boleh dituntut lebih dari satu kali. Saya kira
ini perlu dipahami dan kami yakin pengadilan sangat memahami
hal tersebut," tegas Febri.
Sidang praperadilan Syafruddin sudah berjalan sejak Selasa
(25/7) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. KPK telah
menyampaikan sekitar 117 dokumen untuk memastikan kecukupan
alat bukti. KPK yakin praperadilan yang diajukan akan ditolak.
"Dokumen-dokumen itu terdiri dari surat maupun proses
komunikasi antar institusi dan dokumen-dokumen terkait dengan
posisi BPPN pada saat itu, KKSK, BPK, juga ada karena ada
temuan BPK di sana dan Kemenkeu," papar Febri.
"Sepatutnya kami berharap praperadilan yang diajukan tersangka
kasus BLBI ini ditolak oleh hakim. Kami cukup yakin dengan alat
bukti yang kita miliki," imbuhnya optimis.
Dalam perkara penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI, KPK
menyebut Syafruddin mengusulkan disetujuinya perubahan atas
proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi
restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor
BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Hasil restrukturisasi adalah Rp 1,1 triliun dinilai sustainable
(berkelanjutan) dan ditagihkan kepada petani tambak Dipasena.
Sedangkan selisihnya tidak dibahas dalam proses
restrukturisasi, sehingga seharusnya masih ada kewajiban
obligor setidaknya Rp 3,7 triliun yang belum ditagihkan.
(nif/fdn)
(sumber : Detik.com )
Nur Indah Fatmawati - detikNews
Foto:
Agung Pambudhy
Jakarta - KPK menyiapkan 'amunisi' menghadapi praperadilan yang
diajukan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. KPK akan menghadirkan ahli
hukum pidana dalam sidang lanjutan praperadilan.
"Besok (hari ini) direncanakan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan akan diajukan satu orang ahli dari KPK, dari rencana 3
orang ahli yang akan diajukan," kata Kabiro Humas KPK Febri
Diansyah, Kamis (27/7/2017).
Praperadilan diajukan Syafruddin karena keberatan atas
penetapannya sebagai tersangka. Alasannya kasus ini sudah
dihentikan penyidikannya oleh Kejaksaan Agung. Namun menurut
KPK kasus yang ditanganinya berbeda dengan Kejagung.
"Bukti dokumen SP3 juga kami sampaikan untuk menunjukkan 2 hal.
Yang pertama materi atau substansi kasus BLBI yang kita tangani
berbeda dengan apa yang ditangani Kejagung. Kedua, ne bis in
idem (tindakan yang tidak boleh dilakukan untuk kedua kalinya
dalam perkara yang sama) harus dipahami bukan pada proses
penyidikan, tetapi setelah proses penuntutan dilakukan,
seseorang tidak boleh dituntut lebih dari satu kali. Saya kira
ini perlu dipahami dan kami yakin pengadilan sangat memahami
hal tersebut," tegas Febri.
Sidang praperadilan Syafruddin sudah berjalan sejak Selasa
(25/7) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. KPK telah
menyampaikan sekitar 117 dokumen untuk memastikan kecukupan
alat bukti. KPK yakin praperadilan yang diajukan akan ditolak.
"Dokumen-dokumen itu terdiri dari surat maupun proses
komunikasi antar institusi dan dokumen-dokumen terkait dengan
posisi BPPN pada saat itu, KKSK, BPK, juga ada karena ada
temuan BPK di sana dan Kemenkeu," papar Febri.
"Sepatutnya kami berharap praperadilan yang diajukan tersangka
kasus BLBI ini ditolak oleh hakim. Kami cukup yakin dengan alat
bukti yang kita miliki," imbuhnya optimis.
Dalam perkara penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI, KPK
menyebut Syafruddin mengusulkan disetujuinya perubahan atas
proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi
restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor
BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Hasil restrukturisasi adalah Rp 1,1 triliun dinilai sustainable
(berkelanjutan) dan ditagihkan kepada petani tambak Dipasena.
Sedangkan selisihnya tidak dibahas dalam proses
restrukturisasi, sehingga seharusnya masih ada kewajiban
obligor setidaknya Rp 3,7 triliun yang belum ditagihkan.
(nif/fdn)
(sumber : Detik.com )
Komentar
Posting Komentar