Harimau sumatera sudah masuk ke dalam kategori critically endangered. Diperkirakan populasi tersisa 400-500 ekor saja.
Mustiana Lestari - detikNews
Pemasangan kamera trap - Harimau Sumatera/Foto: Dok. RER
Jakarta - Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) sudah
masuk ke dalam kategori critically endangered atau kritis.
Status tersebut dikeluarkan oleh International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) sejak tahun
1996. Diperkirakan populasi harimau sumatera hanya tersisa
400-500 ekor saja.
Kampar Peninsula berdasarkan laporan studi oleh WCS, WWF,
Smithsonian Institute dan NFWF-STF mengidentifikasi
Kampar-Kerumutan sebagai Tiger Conservation Landscape Class II.
Artinya kawasan ini bisa menjadi tempat hidup sekitar 50 ekor
harimau.
Restorasi Ekosistem Riau (RER) sebagai salah satu pengelola
hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar ikut mengambil peran
dalam usaha menjaga habitat harimau ini. Pada tahun 2015, RER
bekerja sama dengan Fauna & Flora International (FFI) mulai
melakukan pengumpulan data dasar keanekaragaman hayati,
termasuk mengidentifikasi keberadaan harimau Sumatera.
"Jalan ke situ (perhitungan jumlah harimau) panjang. Kami masih
coba dapatkan gambaran sebaran harimau di dalam kawasan RER,"
kata Ahli Ekologi Restorasi Ekosistem Riau (RER) Muhammad Iqbal
kepada detikcom melalui sambungan telepon, Senin (24/7/2017).
Baca juga: Puluhan Spesies Langka Ditemukan di Semenanjung
Kampar Riau
20 orang tim gabungan RER dan FFI masuk ke hutan selama 10
hingga 12 hari untuk memasang camera trap terus menerus dan
bergantian hingga 10 bulan.
"Bersama FFI kita menyusun base line studies, kita pasang 220
titik camera trap. Hasilnya terpotret di 2 titik, 1 perjumpaan
langsung dan 7 titik marking berupa cakar, jejak, dan bebauan.
Harimau memiliki kebiasaan menandai wilayahnya dengan bebauan,"
tutur Iqbal.
Jejak Harimau Sumatera Jejak Harimau Sumatera Foto: Dok. RER
Selama bermalam di hutan, tidak jarang tim harus memasang
tempat tidur gantung tinggi dari permukaan tanah untuk
menghindari binatang buas utamanya harimau. Sekalipun datar
hutan rawa gambut merupakan medan yang sulit dilalui. Pun
demikian tidak menjadi penghalang bagi para anggota tim survey.
"Memang di gambut struktur tanahnya kasar dan tidak padat
karena berupa materi organik, tidak bagus untuk jejak dan jika
terlalu dalam akan sulit dibedakan dengan jejak satwa lain,"
terang dia lagi.
Oleh karena sulitnya medan, terkadang tim berharap pada
keberuntungan untuk menemukan tanda-tanda yang ditinggalkan
harimau. Perjumpaan langsung walau amat jarang, sesekali bisa
terjadi.
"Biar bagaimanapun namanya rasa takut pasti ada. Saya waktu itu
melihat langsung dari dalam kendaraan, cukup besar dan saya
perkirakan bobotnya bisa mencapai 100 kg. Dalam situasi seperti
ini kami biasanya berusaha untuk tidak membuatnya kaget,"
katanya menjelaskan.
Iqbal mengatakan tidak seperti yang biasa dibayangkan, harimau
sesungguhnya tidak mengenali manusia sebagai mangsa.
"Biasanya dia minggir karena merasa tidak nyaman. Jika ada
manusia yang menutupi jalan dia akan menggeram dan tidak
langsung menyerang. Menggeram itu tandanya dia memberi tahu
manusia," sambungnya lagi.
Beragam pengalaman tersebut menjadi pembelajaran bagi tim
ekologi untuk terus melanjutkan upaya identifikasi. Restorasi
Eksosistem Riau (RER) adalah sebuah program yang bersifat
kolaboratif dengan melibatkan sektor publik dan swasta. Dengan
tujuan merestorasi hutan dan mengkonservasi hutan gambut yang
bernilai ekologis tinggi.
Baca juga: Jurus Merangkul Masyarakat Agar Bersama Menjaga
Hutan
Dibentuk oleh APRIL Group pada 2013, RER merupakan program
jangka panjang dengan pendekatan bentang alam.
"Prinsipnya menjaga hutan, memperbaiki kualitas dan memperbaiki
ekosistem keseluruhan agar fungsi ekosistem kembali sempurna
dengan dapat tetap memanfaatkan jasa lingkungannya,"jelas
Director of External Affairs, Nyoman Iswarayoga.
"Untuk upaya konservasi dan restorasi, APRIL Group telah
berkomitmen dukungan dana sebesar USD 100 juta untuk 10 tahun
sejak tahun 2015," tambah Nyoman.
RER bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk memperkuat
usaha konservasi di Semanjung Kampar dan Pulau Padang. RER
dikelola berdasarkan izin restorasi ekosistem dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berlaku selama 60 tahun.
(ega/ega)
(sumber : Detik.com )
Mustiana Lestari - detikNews
Pemasangan kamera trap - Harimau Sumatera/Foto: Dok. RER
Jakarta - Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) sudah
masuk ke dalam kategori critically endangered atau kritis.
Status tersebut dikeluarkan oleh International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) sejak tahun
1996. Diperkirakan populasi harimau sumatera hanya tersisa
400-500 ekor saja.
Kampar Peninsula berdasarkan laporan studi oleh WCS, WWF,
Smithsonian Institute dan NFWF-STF mengidentifikasi
Kampar-Kerumutan sebagai Tiger Conservation Landscape Class II.
Artinya kawasan ini bisa menjadi tempat hidup sekitar 50 ekor
harimau.
Restorasi Ekosistem Riau (RER) sebagai salah satu pengelola
hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar ikut mengambil peran
dalam usaha menjaga habitat harimau ini. Pada tahun 2015, RER
bekerja sama dengan Fauna & Flora International (FFI) mulai
melakukan pengumpulan data dasar keanekaragaman hayati,
termasuk mengidentifikasi keberadaan harimau Sumatera.
"Jalan ke situ (perhitungan jumlah harimau) panjang. Kami masih
coba dapatkan gambaran sebaran harimau di dalam kawasan RER,"
kata Ahli Ekologi Restorasi Ekosistem Riau (RER) Muhammad Iqbal
kepada detikcom melalui sambungan telepon, Senin (24/7/2017).
Baca juga: Puluhan Spesies Langka Ditemukan di Semenanjung
Kampar Riau
20 orang tim gabungan RER dan FFI masuk ke hutan selama 10
hingga 12 hari untuk memasang camera trap terus menerus dan
bergantian hingga 10 bulan.
"Bersama FFI kita menyusun base line studies, kita pasang 220
titik camera trap. Hasilnya terpotret di 2 titik, 1 perjumpaan
langsung dan 7 titik marking berupa cakar, jejak, dan bebauan.
Harimau memiliki kebiasaan menandai wilayahnya dengan bebauan,"
tutur Iqbal.
Jejak Harimau Sumatera Jejak Harimau Sumatera Foto: Dok. RER
Selama bermalam di hutan, tidak jarang tim harus memasang
tempat tidur gantung tinggi dari permukaan tanah untuk
menghindari binatang buas utamanya harimau. Sekalipun datar
hutan rawa gambut merupakan medan yang sulit dilalui. Pun
demikian tidak menjadi penghalang bagi para anggota tim survey.
"Memang di gambut struktur tanahnya kasar dan tidak padat
karena berupa materi organik, tidak bagus untuk jejak dan jika
terlalu dalam akan sulit dibedakan dengan jejak satwa lain,"
terang dia lagi.
Oleh karena sulitnya medan, terkadang tim berharap pada
keberuntungan untuk menemukan tanda-tanda yang ditinggalkan
harimau. Perjumpaan langsung walau amat jarang, sesekali bisa
terjadi.
"Biar bagaimanapun namanya rasa takut pasti ada. Saya waktu itu
melihat langsung dari dalam kendaraan, cukup besar dan saya
perkirakan bobotnya bisa mencapai 100 kg. Dalam situasi seperti
ini kami biasanya berusaha untuk tidak membuatnya kaget,"
katanya menjelaskan.
Iqbal mengatakan tidak seperti yang biasa dibayangkan, harimau
sesungguhnya tidak mengenali manusia sebagai mangsa.
"Biasanya dia minggir karena merasa tidak nyaman. Jika ada
manusia yang menutupi jalan dia akan menggeram dan tidak
langsung menyerang. Menggeram itu tandanya dia memberi tahu
manusia," sambungnya lagi.
Beragam pengalaman tersebut menjadi pembelajaran bagi tim
ekologi untuk terus melanjutkan upaya identifikasi. Restorasi
Eksosistem Riau (RER) adalah sebuah program yang bersifat
kolaboratif dengan melibatkan sektor publik dan swasta. Dengan
tujuan merestorasi hutan dan mengkonservasi hutan gambut yang
bernilai ekologis tinggi.
Baca juga: Jurus Merangkul Masyarakat Agar Bersama Menjaga
Hutan
Dibentuk oleh APRIL Group pada 2013, RER merupakan program
jangka panjang dengan pendekatan bentang alam.
"Prinsipnya menjaga hutan, memperbaiki kualitas dan memperbaiki
ekosistem keseluruhan agar fungsi ekosistem kembali sempurna
dengan dapat tetap memanfaatkan jasa lingkungannya,"jelas
Director of External Affairs, Nyoman Iswarayoga.
"Untuk upaya konservasi dan restorasi, APRIL Group telah
berkomitmen dukungan dana sebesar USD 100 juta untuk 10 tahun
sejak tahun 2015," tambah Nyoman.
RER bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk memperkuat
usaha konservasi di Semanjung Kampar dan Pulau Padang. RER
dikelola berdasarkan izin restorasi ekosistem dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berlaku selama 60 tahun.
(ega/ega)
(sumber : Detik.com )
Komentar
Posting Komentar