Labuha - Saat sebagian orang larut dalam dunia Playerunknown's Battlegrounds (PUBG) atau gim lainnya di ponsel masing-masing, bocah-bocah di Pulau Bajo berjingkrak ceria di atas bumi yang nyata.Di pulau mungil yang terletak di sudut Bacan ini, Salsabila, Rahma, Nayu, dan teman-temannya menebar batok-ba...
Labuha - Saat sebagian orang larut dalam dunia Playerunknown's Battlegrounds (PUBG) atau gim lainnya di ponsel masing-masing, bocah-bocah di Pulau Bajo berjingkrak ceria di atas bumi yang nyata.
Di pulau mungil yang terletak di sudut Bacan ini, Salsabila, Rahma, Nayu, dan teman-temannya menebar batok-batok kelapa yang terbelah. Bola plastik menggelinding di halaman tanah yang siap menjadi ajang kegembiraan mereka.
Ini adalah suasana di Desa Bajo, Kecamatan Botang Lomagn, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Selasa (5/3/2019).
Mereka bermain Rika Palaka, artinya kurang lebih 'telentang tengkurap'. 25 batok kelapa digeletakkan dalam posisi terbuka di atas tanah. Salsabila dan teman-temannya punya misi membalik batok-batok telentang itu ke posisi tengkurap tapi tidak boleh kena bola yang dilemparkan Nayu serta kelompoknya. Kalau kena lemparan bola, maka Salsabila dan kawan-kawan gagal, bila berhasil menuntaskan misi membalik batok-batok itu maka mereka menang dan bakal menjadi pelempar bola.
Ini mirip seperti permainan Boi-boian di kalangan anak pedesaan Jawa. Bila Boi-boian menggunakan pecahan genting yang disusun, Rika Palaka menggunakan batok kelapa yang mudah didapatkan di kampung nelayan ini.
Nayu dan Rahma bergantian melemparkan bola ke arah Salsabila. Mereka tertawa kegirangan saat bola nyaris mengenai kaki teman sekolahnya itu. Namun Salsabila terlalu lincah, dia melompat dan bergerak tiba-tiba ke kanan dan kiri, jelas Nayu dan Rahma kesulitan untuk melempar tubuh Salsabila dengan jitu.
"Boi! Menang!" teriak Salsabila yang berhasil membalik 25 batok kelapa itu.
Mereka adalah anak-anak SD di desa ini. Tak ada gawai jenis apapun di tangan-tangan mereka. Saya cek indikator di ponsel saya, tak ada jaringan seluler yang terdeteksi. Bahkan bila anak-anak itu punya piranti telekomunikasi, percuma saja bila tak ada sinyal.
Di desa ini, ada 2.541 jiwa dan 559 kepala keluarga. Mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan, sebagian kecil bertani di kebun cengkih dan pala. Jangankan teknologi komunikasi canggih, bahkan listrik pun belum begitu memadai di desa ini.
Kata Kepala Urusan Pemerintahan Desa Bajo, M Yani Asaad (49), ada 416 rumah di sini. Hanya setengahnya yang diterangi listrik dari diesel. "Sekarang saya pakai obor," kata Yani di rumah panggungnya. Dia bahkan mengisi ulang baterai pelantang musik dengan cara numpang ke tetangga.
Di satu sisi, teknologi informasi yang ada di genggaman masing-masing membuat anak-anak modern seperti asyik sendiri dengan permainan daring, media sosial, atau berbincang-bincang dengan orang yang jauh tanpa menghiraukan komunikasi dengan kawan di dekatnya.
Di sisi lainnya, teknologi informasi tak dapat disangkal perlu untuk kehidupan orang-orang, kecuali bila memang ingin hidup eksentrik tanpa produk kemajuan itu. Dengan koneksi telepon dan internet, kehidupan ekonomi masyarakat bisa terangkat, penanganan problem kesehatan bisa lebih cepat, juga proses belajar anak-anak bisa lebih mudah.
"Misalnya untuk memantau kondisi pendidikan, kesehatan, ibu hamil yang harus segera dirujuk. Itu kan butuh komunikasi juga, sehingga mungkin kita bisa datangi. Tapi kalau tidak ada komunikasi kan susah itu. Mereka misalnya sudah harus dioperasi, melahirkan tidak bisa dengan persalinan normal. Gara-gara itu (problem telekomunikasi) bisa meninggal," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Halmahera Selatan, Helmi Surya Botutihe, di kantornya.
"Masih banyak yang belum terjangkau sinyal telekomunikasi. Sekarang memang sudah ada program pemerintah membangun tower-tower BTS tahun ini. Mudah-mudahan sebagian besar wilayah kecamatan dan desa-desa bisa terjangkau oleh akses informasi," imbuh Helmi.
Baca berita lainnya mengenai Teras BRI Kapal Bahtera Seva di Ekspedisi Bahtera Seva.
(dnu/jbr)
Di pulau mungil yang terletak di sudut Bacan ini, Salsabila, Rahma, Nayu, dan teman-temannya menebar batok-batok kelapa yang terbelah. Bola plastik menggelinding di halaman tanah yang siap menjadi ajang kegembiraan mereka.
Ini adalah suasana di Desa Bajo, Kecamatan Botang Lomagn, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Selasa (5/3/2019).
Ini mirip seperti permainan Boi-boian di kalangan anak pedesaan Jawa. Bila Boi-boian menggunakan pecahan genting yang disusun, Rika Palaka menggunakan batok kelapa yang mudah didapatkan di kampung nelayan ini.
Anak-anak di Pulau Bajo Halmahera Selatan bermain Rika Palaka. (Danu Damarjati/detikcom) |
Nayu dan Rahma bergantian melemparkan bola ke arah Salsabila. Mereka tertawa kegirangan saat bola nyaris mengenai kaki teman sekolahnya itu. Namun Salsabila terlalu lincah, dia melompat dan bergerak tiba-tiba ke kanan dan kiri, jelas Nayu dan Rahma kesulitan untuk melempar tubuh Salsabila dengan jitu.
"Boi! Menang!" teriak Salsabila yang berhasil membalik 25 batok kelapa itu.
Mereka adalah anak-anak SD di desa ini. Tak ada gawai jenis apapun di tangan-tangan mereka. Saya cek indikator di ponsel saya, tak ada jaringan seluler yang terdeteksi. Bahkan bila anak-anak itu punya piranti telekomunikasi, percuma saja bila tak ada sinyal.
Di desa ini, ada 2.541 jiwa dan 559 kepala keluarga. Mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan, sebagian kecil bertani di kebun cengkih dan pala. Jangankan teknologi komunikasi canggih, bahkan listrik pun belum begitu memadai di desa ini.
Kata Kepala Urusan Pemerintahan Desa Bajo, M Yani Asaad (49), ada 416 rumah di sini. Hanya setengahnya yang diterangi listrik dari diesel. "Sekarang saya pakai obor," kata Yani di rumah panggungnya. Dia bahkan mengisi ulang baterai pelantang musik dengan cara numpang ke tetangga.
Kepala Urusan Pemerintahan Desa Bajo, M Yani Asaad (Danu Damarjati/detikcom) |
Di satu sisi, teknologi informasi yang ada di genggaman masing-masing membuat anak-anak modern seperti asyik sendiri dengan permainan daring, media sosial, atau berbincang-bincang dengan orang yang jauh tanpa menghiraukan komunikasi dengan kawan di dekatnya.
Di sisi lainnya, teknologi informasi tak dapat disangkal perlu untuk kehidupan orang-orang, kecuali bila memang ingin hidup eksentrik tanpa produk kemajuan itu. Dengan koneksi telepon dan internet, kehidupan ekonomi masyarakat bisa terangkat, penanganan problem kesehatan bisa lebih cepat, juga proses belajar anak-anak bisa lebih mudah.
"Misalnya untuk memantau kondisi pendidikan, kesehatan, ibu hamil yang harus segera dirujuk. Itu kan butuh komunikasi juga, sehingga mungkin kita bisa datangi. Tapi kalau tidak ada komunikasi kan susah itu. Mereka misalnya sudah harus dioperasi, melahirkan tidak bisa dengan persalinan normal. Gara-gara itu (problem telekomunikasi) bisa meninggal," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Halmahera Selatan, Helmi Surya Botutihe, di kantornya.
"Masih banyak yang belum terjangkau sinyal telekomunikasi. Sekarang memang sudah ada program pemerintah membangun tower-tower BTS tahun ini. Mudah-mudahan sebagian besar wilayah kecamatan dan desa-desa bisa terjangkau oleh akses informasi," imbuh Helmi.
Baca berita lainnya mengenai Teras BRI Kapal Bahtera Seva di Ekspedisi Bahtera Seva.
(dnu/jbr)
Komentar
Posting Komentar