Jakarta - MUI memberikan penjelasan mengenai fatwa haram golput dalam pemilu. MUI mengatakan negara memerlukan pemimpin sehingga setiap individu wajib untuk memilih selagi ada pemimpin yang baik. "Prinsipnya memilih itu adalah hak. Tapi di dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, harus ada pemimpin, karenanya memilih pemimpin bag...
Jakarta - MUI memberikan penjelasan mengenai fatwa haram golput dalam pemilu. MUI mengatakan negara memerlukan pemimpin sehingga setiap individu wajib untuk memilih selagi ada pemimpin yang baik.
"Prinsipnya memilih itu adalah hak. Tapi di dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, harus ada pemimpin, karenanya memilih pemimpin bagi individu muslim, itu hukumnya wajib. Kalau tidak memilih, padahal ada pemimpin yang baik, itu hukumnya haram," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam, di Kantor MUI, Jl Proklamasi, Jakpus, pada Selasa (26/3/2019).
Niam menerangkan keputusan mengenai fatwa haram golput itu sudah diputuskan sejak beberapa tahun lalu. MUI saat itu memberikan rekomendasi kepada setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.
"Dalam keputusan itu ada 5 hal, pertama bahwa dalam memilih pemimpin, dalam hukum Islam itu menjadi sebuah kewajiban dan tanggung jawab keagamaan dan kenegaraan. Berpartisipasi dalam memilih pemimpin itu juga bagian dari tanggung jawab itu. Intinya di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, harus ada pemimpin. Karenanya memilih pemimpin merupakan kewajiban syari di dalam kerangka untuk menjamin kemaslahatan publik. Untuk menegakkan aturan agama dan ngurus urusan dunia, sandang pangan papan, urusan keamanan, dan sebagainya," terangnya.
Niam mengatakan pemimpin dibutuhkan sebab perlu ada orang yang mengatur persoalan dunia. Menurut Niam, pemimpin yang diharapkan itu harus mempunyai sifat amanah, dapat dipercaya hingga mempunyai kapasitas intelektual yang memadai.
"Sebagai implementasi dari tanggung jawab itu, maka memilih pemimpin itu bagian dari kewajiban. Yaitu pemimpin yang memiliki sifat-sifat amanah, dapat dipercaya, kemudian sikap yang memiliki kecerdasan emosional, intelektual, dan kecerdasan sosial. Kemudian pemimpin yang tabligh, mampu mengemban amanah secara baik, jangan hanya mementingkan diri sendiri. Kalau ada pemimpin seperti itu, maka memilih pemimpin seperti itu menjadi wajib. Jika ada pemimpin yang seperti itu, tapi dia tidak memilih, maka itu hukumnya haram," bebernya.
(knv/jbr)
"Prinsipnya memilih itu adalah hak. Tapi di dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, harus ada pemimpin, karenanya memilih pemimpin bagi individu muslim, itu hukumnya wajib. Kalau tidak memilih, padahal ada pemimpin yang baik, itu hukumnya haram," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam, di Kantor MUI, Jl Proklamasi, Jakpus, pada Selasa (26/3/2019).
"Dalam keputusan itu ada 5 hal, pertama bahwa dalam memilih pemimpin, dalam hukum Islam itu menjadi sebuah kewajiban dan tanggung jawab keagamaan dan kenegaraan. Berpartisipasi dalam memilih pemimpin itu juga bagian dari tanggung jawab itu. Intinya di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, harus ada pemimpin. Karenanya memilih pemimpin merupakan kewajiban syari di dalam kerangka untuk menjamin kemaslahatan publik. Untuk menegakkan aturan agama dan ngurus urusan dunia, sandang pangan papan, urusan keamanan, dan sebagainya," terangnya.
Niam mengatakan pemimpin dibutuhkan sebab perlu ada orang yang mengatur persoalan dunia. Menurut Niam, pemimpin yang diharapkan itu harus mempunyai sifat amanah, dapat dipercaya hingga mempunyai kapasitas intelektual yang memadai.
"Sebagai implementasi dari tanggung jawab itu, maka memilih pemimpin itu bagian dari kewajiban. Yaitu pemimpin yang memiliki sifat-sifat amanah, dapat dipercaya, kemudian sikap yang memiliki kecerdasan emosional, intelektual, dan kecerdasan sosial. Kemudian pemimpin yang tabligh, mampu mengemban amanah secara baik, jangan hanya mementingkan diri sendiri. Kalau ada pemimpin seperti itu, maka memilih pemimpin seperti itu menjadi wajib. Jika ada pemimpin yang seperti itu, tapi dia tidak memilih, maka itu hukumnya haram," bebernya.
(knv/jbr)
Komentar
Posting Komentar