Damaskus - Pengadilan di ibu kota Suriah, Damaskus, berupaya mencegah perceraian suami-istri melalui pemutaran film yang berkisah tentang dampak psikologis dan kesehatan akibat perpisahan. Menteri Kehakiman Suriah, Hisham al-Shaar, menyebut film itu mengisahkan anak-anak terlantar yang hidup di jalanan...
Pengadilan di ibu kota Suriah, Damaskus, berupaya mencegah perceraian suami-istri melalui pemutaran film yang berkisah tentang dampak psikologis dan kesehatan akibat perpisahan.
Menteri Kehakiman Suriah, Hisham al-Shaar, menyebut film itu mengisahkan anak-anak terlantar yang hidup di jalanan karena perceraian orang tua mereka.
Sejak 2011, angka perceraian di Suriah meningkat tajam. Penyebab terbesar adalah konflik yang memicu kemiskinan serta pengungsian.
- Istri-istri ISIS: Mengapa saya bergabung dengan 'kekhalifahan' di Raqqa
- Tolak 'cerai kilat', lembaga Islam di India sebarkan cara bercerai 'yang benar'
- Rumah tangga retak karena beda pilihan politik? 'Jangan mati-matian bela capres'
Kebijakan mencegah perceraian ini pertama kali diberitakan kantor berita Damas Now. Unggahan informasi ini dalam akun Facebook mereka mendapatkan lebih banyak komentar ketimbang isu lain, sebagian besar bernuansa sarkasme.
"Pemerintah akan meminta anak-anak itu berperan dalam film Stepmom," begitu salah satu komentar.
"Bolehkah saya menonton Titanic sebelum saya bercerai," ujar warganet lainnya.
Namun ada pula yang setuju dengan kebijakan tersebut. "Ini ide bagus. Mencegah lebih baik ketimbang mengobati," kata seorang warganet.
Pengadilan Damaskus mengklaim 31% kasus yang mereka tangani merupakan perkara perceraian. Jumlah itu meningkat 4% dibandingkan tahun sebelumnya.
Jumlah kasus perceraian secara legal ini salah satunya disebabkan kealpaan pasangan. Dalam beberapa kasus, suami atau istri tak mengetahui kondisi pasangannya dalam konflik, masih hidup atau tewas.
Perkara perceraian di Suriah mengalami pergeseran setelah pemerintah mengizinkan istri mengajukan gugatan perkawinan ke pengadilan.
Seorang hakim tinggi di Pengadilan Damaskus, Mahmoud al-Maarawi, berkata bahwa sejak pemberlakuan aturan itu pada akhir 2017, 70% perempuan di daerahnya telah menggunakan hak tersebut.
Al-Maarawi sebelumnya berkata kepada koran yang dikelola partai penguasa, Partai Baath, bahwa perang Suriah memunculkan penyebab perceraian yang belum pernah ada sebelumnya.
Faktor terbesar kasus perpisahan suami-istri di negara itu saat ini adalah kesulitan finansial rumah tangga akibat perang.
(ita/ita)
Komentar
Posting Komentar