Naypyitaw - Warga Buddha dan aktivis kerukunan antarumat beragama di Myanmar mengungkapkan dukungan bagi umat Islam yang salat Tarawih selama Ramadhan setelah sempat dihadang kelompok milisi. Pelarangan salat Tarawih ini terjadi di South Dagon di pinggiran Yangon pada pertengahan Mei lalu. Para aktivis Buddha terilhami setelah melihat se...
Warga Buddha dan aktivis kerukunan antarumat beragama di Myanmar mengungkapkan dukungan bagi umat Islam yang salat Tarawih selama Ramadhan setelah sempat dihadang kelompok milisi.
Pelarangan salat Tarawih ini terjadi di South Dagon di pinggiran Yangon pada pertengahan Mei lalu.
Para aktivis Buddha terilhami setelah melihat seorang biksu datang ke kota itu dengan sejumlah warga lain menyusul langkah milisi menutup sejumlah surau yang digunakan untuk Tarawih. Biksu itu memberikan mawar putih kepada Muslim yang selesai melakukan Tarawih.
"Saya ingin menunjukkan penghargaan kepada semua saudara-saudara Muslim atas kesabaran mereka (menghadapi milisi)... Ini juga pesan kepada milisi yang menentang langkah mereka dan pesan damai untuk semua warga lain," kata U Seintita, seorang petugas biara kepada media daring, Myanmar Now.
Sementara itu seorang pegiat lain, Khin Nyein Aye, yang ikut membagikan mawar, mengatakan senang bisa ambil bagian dalam acara ini.
"Saya sangat senang acara ini diikuti oleh warga dari berbagai agama. Itu sebabnya saya mendukung acara ini," kata Khin Nyein Aye kepada BBC Burma.
- Siapa yang bisa membantu Muslim Rohingya di Myanmar?
- Umat Muslim di Myanmar khawatir terkena imbas konflik Rohingya
- Cegah Muslim Rohingya pulang, Myanmar 'tanam ranjau darat'
Biarawan U Thuzana mengatakan, "Umat dari agama mana pun harus bersatu menciptakan perdamaian dan kerukunan di masyarakat. Ini demi kebaikan Myanmar."
Acara buka puasa umat Islam di Myanmar. (BBC)
Pembagian mawar yang melambangkan perdamaian, harmoni, dan solidaritas dipicu oleh insiden pelarangan salat Tarawih di South Dagon.
"Sekelompok orang, dengan mengatasnamakan agama, mendatangi tempat dilakukannya salat tarawih dan mereka mengancam warga Muslim di tempat itu," ungkap Zar Chi Oo, salah seorang panitia acara pemberian mawar.
"Kami harus melakukan sesuatu untuk meredam aksi kekerasan ini. Myanmar adalah negara multi agama. Kami harus menunjukkan bahwa rakyat Myanmar cinta damai dan menentang gesekan antarumat beragama," katanya.
Insiden 'pelarangan Tarawih'Warga Muslim di Yangon berdoa sebelum berbuka puasa. (Getty Images)
Dalam insiden ini, massa yang melarang salat tarawih berjumlah sekitar 150 orang, menurut laporan di situs berita Myanmar Now.
Menurut saksi mata, mereka mendatangi tiga tempat dan masuk ke rumah-rumah warga yang dipakai untuk tarawih dan memaksa salat ini dihentikan dengan alasan "Myanmar adalah negara Buddha".
Selain itu, mereka juga merusak tempat yang dipakai untuk wudu. Sebelum meninggalkan tempat, massa memaksa pemuka Islam "menandatangani surat pernyataan untuk tak lagi melakukan salat Tarawih".
Myanmar Now mengatakan ada sekitar 10.000 warga Muslim di South Dagon dan pemerintah kota dikatakan "tidak mengizinkan pendirian masjid".
- Muslim Rohingnya di Myanmar: Para jenderal harus didakwa genosida kata PBB
- Utusan khusus PBB tuduh militer Myanmar lakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan"
- Bagaimana Facebook 'turut sebarkan kebencian' terhadap warga Muslim Rohingya di Myanmar
Meski demikian, pemerintah kota membolehkan salat tarawih berjamaah di rumah-rumah warga yang dijadikan surau-surau.
Pelarangan tarawih ini dikecam oleh pegiat San San Maw yang mengatakan Myanmar adalah negara beragam agama dan identitas.
"Itu sebabnya saya mengikuti acara pembagian bunga mawar untuk mencegah kebencian berkembang di masyarakat," katanya.
Selain membagikan mawar, warga juga menyumbang makanan.
Wali kota Yangon, Maung Maung Soe, menyambut baik prakarsa ini.
"Jika kita saling berbuat baik, tentu hasilnya akan sangat baik. Ini adalah rahmat. Ini acara yang patut didukung dan kita semua harus menjaga hubungan baik antarumat beragama," kata Maung Maung Soe.
(nvc/nvc)
Komentar
Posting Komentar