Paris - Pengadilan di Prancis memutuskan seekor ayam jantan bernama Maurice tetap dibolehkan untuk berkokok.Sengketa ini dianggap mewakili ketegangan hubungan antara warga kota dan warga desa. Namun setelah melewati beberapa kali sidang, hakim memutuskan Maurice harus tetap dibolehkan untuk berkokok di...
Sengketa ini dianggap mewakili ketegangan hubungan antara warga kota dan warga desa. Namun setelah melewati beberapa kali sidang, hakim memutuskan Maurice harus tetap dibolehkan untuk berkokok di pagi hari.
Sengketa berawal ketika Jean-Louis Biron yang punya rumah di Oleron, satu pulau di lepas pantai Atlantik, merasa terganggu dengan kokok Mauirice.
Oleron dikenal sebagai salah satu kawasan populer orang-orang kota untuk memiliki rumah kedua.
Karena merasa terganggu, Biron membawa kasus ini ke pengadilan, dengan harapan, pemilik Maurice, Jacky Fesseau dan istrinya Corrine, melakukan sesuatu agar ayam itu tak menjadi sumber gangguan pada pagi hari.
- Telur ayam pencegah kanker ditemukan
- Perusahaan yang memproduksi chicken nuggets tanpa menyembelih ayam
- Krisis ekonomi Zimbabwe, KFC tutup karena kehabisan stok daging ayam
"Kokokan ayam dimulai pada jam 4.30 pagi dan terus berlanjut sepanjang pagi sampai sore hari," tulis Biron lewat sebuah surat resmi kepada tetangganya di tahun 2017.
Maurice menjadi simbol ketegangan desa dan kota Prancis. (Getty Images)
Ketika pasangan Fesseau berulang kali menolak membungkam Maurice, Biron menuntut mereka ke pengadilan.
Kasus ini kemudian menjadi sumber perdebatan nasional.
Peningkatan urbanisasi di Prancis menyebabkan terjadinya bentrokan gaya hidup masyarakat pedesaan yang semakin diserbu "orang kota".
"Daerah pedesaan harus tidak berubah dan mereka seharusnya tidak mengatakan: 'Kita seharusnya membungkam keributan pedesaan,'" kata Corrine Fesseau seperti dikutip kantor berita Reuters setelah keputusan pengadilan.
- Hukuman mati bagi warga Prancis penyelundup narkoba 'dibatalkan' menjadi hukuman 19 tahun penjara
- Vincent Lambert: Siapa sosok yang berada di pusat perdebatan hak untuk mati di Prancis?
- Sebut terlalu banyak murid Muslim, wali kota di Prancis dihukum denda
"Hari ini Maurice memenangkan perang bagi seluruh Prancis," kata Fesseau.
Maurice mendapat dukungan penduduk dan sebuah petisi elektronik guna menyelamatkannya agar tidak dibungkam mendapatkan sekitar 140.000 tanda tangan.
Pendukung lainnya mencetak wajah ayam tersebut pada kaus.
Dukungan bagi ayam jantan di antaranya berbentuk kaus dan petisi yang ditandatangani hampir 140.000 orang. (Reuters)
"Idenya untuk mendukung Maurice di samping juga menyatakan kemarahan bahwa seekor ayam jantan dapat dilibatkan dalam kasus hukum," kata Benoit Guitton, pedagang setempat yang menjual kaus Maurice.
"Apa selanjutnya? Apakah mereka akan melarang suara burung camar dan merpati?" demikian isi petisi yang diterbitkan situs Prancis, Mes Opinions.
Pengacara Biron berusaha membuat Fesseau untuk membayar denda dalam jumlah besar jika ayam jantan tersebut terbukti mengganggu keheningan.
- Ibu kota baru Indonesia: Warga Dayak Paser khawatir 'makin tersingkir' dari wilayah adat, 'tidak mau tambah melarat'
- Republik Islam Iran, negara yang 'didirikan' dari sebuah desa di luar kota Paris
- Beda kota dan desa Cina
Tetapi pengadilan kota Rochefort mendukung Maurice dan bahkan memerintahkan Biron untuk membayar Rp15,4 juta karena merugikan pemilik ayam.
Ini dapat menjadi dasar kasus lain: pejabat hukum di daerah Landesa akan memulai pengkajian kasus sejenis pada bulan Oktober yang melibatkan bebek dan angsa yang "berkotek terlalu keras".
Desa mengejek untuk menghadapi serbuan orang kota. Papan ini untuk membuat mereka mewaspadai suara lonceng gereja dan kokok ayam. (Getty Images)
Masalah hukum lain terkait dengan suara lonceng gereja dan sapi yang berisik.
"Semakin banyak orang yang pindah ke desa, bukan untuk menjadi petani tetapi untuk tinggal di sana," kata Jean-Louis Yengue, ahli geografi University of Poitiers.
"Semuanya berusaha mempertahankan wilayahnya."
Tetapi bagi sejumlah orang penting di Saint-Pierre D'Oleron, desa tempat tinggal Fesseau, masalahnya lebih besar lagi.
"Ini adalah puncak ketidaktoleranan - Anda harus menerima tradisi setempat," kata Christophe Sueur, wali kota Saint-Pierre-d'Oleron.
(ita/ita)
Komentar
Posting Komentar